Research Center for Politics and Government (PolGov), Departemen Politik dan Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada, bekerjasama dengan Westminister Foundation for Democracy (WFD) Indonesia mengadakan seminar nasional bertajuk. Legislasi Cipta Kerja: Menggagas Solusi Permasalahan Hukum dan Potensi Dampak Pelaksanaan Undang-Undang. Seminar yang terdiri atas dua sesi ini diselenggarakan secara bauran, dengan pelaksanaan luring berlangsung di Auditorium FISIPOL UGM dan daring dilakukan via Zoom.
Secara umum, diskusi ini berupaya untuk melihat proses legislasi Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), serta potensi dan dampak atas penerapannya dalam kerangka Post-Legislative Scrutiny (PLS). Sesi pertama dipandu oleh Hasrul Hanif, dosen Departemen Politik dan Pemerintahan. Sesi pertama berfokus mengenai proses legislasi (UU Cipta Kerja). Dalam sesi ini, Inosentius Samsul, Kepala Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia, Mahaarum Kusuma Pertiwi, dosen Fakultas Hukum UGM, dan Purwo Santoso, dosen Departemen Politik dan Pemerintahan, menyorot mengenai politik dan konsekuensi hukum dari UU Cipta Kerja.
Sesi kedua dipandu oleh Arie Ruhyanto dengan mendatangkan tiga narasumber utama, yaitu Direktur Eksekutif dari Center of Human Rights, Multiculturalism, and Migration, Fakultas Hukum, UGM, Wahyu Yun Santoso, dosen Fakultas Hukum, UGM, and Amalinda Savirani, dosen DPP UGM. Sesi dua menyorot mengenai potensi dan dampak UU Cipta Kerja. dari aspek lingkungan dan ketenagakerjaan di Indonesia. Ali dan Wahyu membingkai UU Cipta Kerja. dalam aspek lingkungan. Keduanya menuturkan bahwa UU Cipta Kerja dapat memberikan kematangan investasi karena kemudahan birokrasi. Namun. saat bersaman, hal ini justru menjadi boomerang karena dapat makinmencabut hak kelompok rentan, menciptakan kekosongan hukum, dan melemahkan partisipasi publik dalam tata kelola lingkungan.
Sementara Amalinda menjelaskan dampak dan potensi yang akan muncul atas keberadaan UU Cipta Kerja. terhadap kesejahteraan buruh di Indonesia. Amalinda juga menyorot kemampuan PLS melakukan peran monitoring UU Cipta Kerja. dan limitasinya di lapangan. Untuk menyiasatinya, Amalinda menekankan perlunya partisipasi yang berarti dalam masyarakat melalui kerangka PLS.
Dalam kesempatan ini, Franklin De Vrieze, Kepala Praktik Akuntabilitas WFD, memaparkan peran PLS bagi proses demokrasi yang menekankan penilaian dan evaluasi atas suatu produk hukum karena akan berdampak bagi keberlangsungan struktur masyarakat Pada sesi kedua, Rafael Jimenez-Aybar, Penasihat Demokrasi Lingkungan WFD, menjelaskan tentang aksi iklim global dan komitmen Indonesia terhadap Perjanjian Paris, yang berkaitan dengan undang-undang nasional dan kerangka kerja multikultural.