Pada Selasa, (26-04), Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) UGM mengadakan soft launching sekaligus bedah buku berjudul “Education, Conflict Histories and Social Cohesion-Building in Indonesia”. Diskusi yang diadakan melalui zoom meeting dan disiarkan langsung dari kanal Youtube DPP FISIPOL UGM ini menghadirkan tiga pembicara utama, yaitu Katarzyna Głąb (SWPS University, Poland), Dr. Dody Wibowo (MPRK UGM), Dr.rer.pol. Mada Sukmajati (DPP FISIPOL UGM). Selain itu, diskusi ini juga dihadiri oleh dua penanggap, yaitu Prof. Arnim Lenger (KU Leuven) dan Prof. Raihani (UIN Sultan Syarif Kasim Riau). Diskusi buku ini menyorot dinamika, pengalaman dan potensi konflik yang menjadi bagian dari pembelajaran di tingkat pendidikan level menengah serta peran dari sektor pendidikan formal dalam mendorong perdamaian di Indonesia.
Diskusi dibuka dengan pemaparan dari Mada Sukmajati, yang juga editor dari buku ini. Mada Sukmajati menyampaikan buku ini ingin menjawab satu pertanyaan besar tentang sejauh mana pewarisan konflik itu diajarkan dan menjadi bagian dari proses pembelajaran di tingkat Pendidikan SMP dan SMA di Indonesia.
Menurutnya, saat ini isu politik identitas dan politik sektarian sedang menguat di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan tidak hanya bagaimana praktif demorkasi, toleransi, dan konflik, diajarkan di pendidikan tinggi, tetapi juga di level pendidikan menengah. “Justru, pembentukan karakter terkait dengan hal-hal seperti ini di level pendidikan menengah sangat intensif diselenggarakan,” ujar Mada Sukmajati.
Katarzyna Głąb memaparkan bagian dari kontribusinya di salah satu chapter buku ini, yaitu History Education and Reconciliation Process in Transitional Indonesia. Kararzyna menjelaskan peran pendidikan sejarah berkontribusi dalam rekonsiliasi. Menurutnya, peran pendidikan sejarah terletak pada kenyataan bahwa rekonsiliasi bertujuan untuk mendamaikan masa lalu yang menyakitkan dengan masa depan yang lebih baik melalui masa kini.
Dody Wibowo menjelaskan salah bagian dari buku ini yang ditulisnya mulai tahun 2018 yaitu Supporting Teachers to Teach Peace: A Case Study of a School in Indonesia. Dody memfokuskan peran sekolah, dalam pendidikan formal, untuk mempersiapkan guru agar bisa menjadi agen perdamaian dan bisa mengajarkan perdamaian kepada para sisiwa. Menurutnya, ujung tombak dari sekolah adalah guru, sehingga guru perlu dipersiapkan agar bisa mengajarkan perdamaian.
Mengangkat studi kasus di Aceh, Dody menemukan bahwa sekolah memiliki peran penting untuk menciptakan masyarakat damai. Namun di sisi lain, menurut Dody menciptakan kapasitas guru sebagai agen perdamaian membutuhkan waktu yang lama. “Oleh sebab itu, peningkatan kapasitas guru harus dilakukan secara terus menerus,” ujarnya.
Kedua penanggap, Prof. Arnim Lenger dan Prof. Raihani, memberikan apresiasi terhadap riset yang sudah dilakukan dan penerbitan buku ini. Keduanya memaparkan bahwa pendidikan memegang urgensi tinggi dalam membawa masyarakat menuju perubahan dan keluar dari konflik. Menurut keduanya, riset mengenai pendidikan perdamaian adalah hal penting, terutama untuk meningkatkan kepedulian dari para stakeholder. Inisiatif dari akar rumput juga menjadi dominan dan lebih efektif dalam memberikan edukasi siswa tentang perdamaian.
Untuk mengikuti agenda soft launching dan bedah buku “Education, Conflict Histories and Social Cohesion-Building in Indonesia” selengkapnya melalui kanal Youtube DPP UGM atau klik di sini.