Yogyakarta, 8 Desember 2022
Dalam rangka peluncuran kanal terbaru bernama “Suara Politik Perempuan”, Mojok.co bekerja sama dengan Research Centre for Politics and Government (PolGov), Departemen Politik dan Pemerintahan UGM menyelenggarakan sebuah diskusi publik bertemakan “Menyuarakan Kepentingan Perempuan di Pemilu 2024”. Kegiatan ini diselenggarakan pada hari Rabu, 8 Desember 2022 di Auditorium Lantai 4, Gedung BB, FISIPOL, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Acara ini menghadirkan empat narasumber dengan latarbelakang yang berbeda seperti akademisi, politisi dan praktisi perempuan. Keempat narasumber tersebut, yakni MY Esti Wijayati (Anggota DPR RI/Politisi PDIP), Wasingatu Zakiyah (Caksana Institute), Dina Mariana (IRE Yogyakarta) dan Desintha Dwi Asriani (Dosen Sosiologi UGM. Kegiatan ini juga menghadirkan GKR Hemas yang merupakan anggota DPD RI sebagai keynote speaker.
Acara yang dipandu oleh Wigke Capri Arti (Dosen Ilmu Politik dan Pemerintahan UGM) ini mencoba memperbincangkan peran perempuan dalam panggung politik nasional di tengah budaya politik yang didominasi oleh cara pandang patriarki. Selain itu, acara ini juga ingin mendorong adanya ruang politik yang lebih inklusif terhadap partisipasi perempuan.
Dalam sambutan pembukaannya, Wakil Dekan Bidang Penelitan dan Pengabdian Masyarakat, Kerjasama, dan Alumni FISIPOL UGM, Fina Itriyati mengutarakan bahwa FISIPOL UGM berkomitmen untuk mendukung segala kegiatan yang mendorong terciptanya pemilu yang berintegritas. FIna Itriyati juga menekankan pentingnya kegiatan kolaboratif dari berbagai stakeholders dalam rangka mewujudkan inklusivitas dan pengarusutamaan gender dalam ranah pemilu.
Sementara itu, Kepala DP3AP2 DIY Erlina Hidayati Sumardi dalam sambutannya menekankan perlunya usaha serius agar perempuan punya kesempatan untuk terlibat aktif dalam arena politik secara setara. Senada dengan Erlina, Kepala Suku Mojok Puthut E.A juga menekankan pentingnya kehadiran sebuah ruang pembelajaran bersama untuk mengedukasi pemilih, khususnya kaum perempuan. Hal ini tidak lain agar tercipta kesadaran politik dari perempuan untuk menyuarakan suaranya, sehingga nantinya presentase kaum perempuan yang terlibat dalam diskursus kebijakan publik melalui lembaga-lembaga formal seperti legislatif atau eksekutif dapat terus meningkat.
Dalam sesi talkshow, Desintha Dwi Asriani memantik dengan pertanyaan mengapa perempuan harus terlibat dalam politik praktis. Menurutnya, perlu sudut pandang lebih kritis baik dalam kacamata representatif atau substantif dalam membaca keterlibatan perempuan dalam politik.
“Soal kesadaran politik, secara normatif, dibandingkan dengan pembandingnya laki-laki, mungkin kultur politik keseharian perempuan berbeda dalam menginterpretasikan politik, berbeda dengan apa yang dinterpretasikan oleh laki-laki. Tapi dalam perseptif lebih agentik, jangan-jangan itu adalah bentuk resistensi perempuan. Saya tidak mau politik, karena menyelesaikan isu politik perempuan dalam keseharian itu jauh lebih strategis” jelas Deshinta.
Melanjutkan apa yang disampaikan Deshinta, Dina Mariana menjelaskan bagaimana perempuan harus menghadapi tantangan kultural yang berat berupa minimnya kedaulatan finansial dan dominannya budaya maskulin dalam ranah kebijakan publik. Oleh sebab itu, Dina menekankan bahwa secara gender komposisi pembuat kebijakan perlu diseimbangkan melalui pendekatan afirmatif, agar secara kualitas produk kebijakan dapat lebih berkeadilan.
Dalam pemaparannya, Wasingatu Zakiyah juga menjelaskan bahwa ketimpangan atas akses modal ekonomi dalam konteks pemilu telah merugikan kader perempuan. Banyak kandidat perempuan yang telah lama beriventasi secara kapasitas harus kalah hanya karena praktek politik uang yang dilakukan oleh kandidat lain menjelang pemilu. Oleh sebab itu, menurutnya, perlu ada usaha serius dalam menanggulangi budaya politik uang, tidak hanya untuk menciptakan pemilu yang berkeadilan, tetapi juga demi membangun budaya politik yang lebih baik untuk generasi selanjutnya.
Sedikit berbeda dari Wasingatu Zakiyah, MY Esti Wijayati menjelaskan bahwa masih ada ruang bagi perempuan untuk berkiprah dalam politik meski tanpa modal ekonomi atau politik yang besar. MY Esti juga menjelaskan bahwa keberadaan perempuan sangat penting dalam proses pembuatan kebijakan. Hal ini disebabkan oleh adanya sensitifitas yang lebih baik terhadap beberapa isu krusial, termasuk isu terkait perempuan. Maka dari itu, MY Esti mendorong beberapa kader perempuan untuk terus terlibat aktif dalam ruang politik demi memperjuangkan isu-isu kebijakan yang penting bagi perempuan.
“…isu soal bagaimana perempuan, khususnya kalau saya soal lansia, untuk bisa digaungkan oleh perempuan, lansia itu butuh bahagia, butuh sejahtera. Sedangkan sekarang banyak anak menitipkan orangtua di panti-panti dan tidak pernah ditengok. Ini juga penting disuarakan, karena sensitivitas mengenai itu perempuan yang lebih mengetahui” ujar MY Esti.
Adapun sebagai keynote speaker, GKR Hemas menyampaikan beberapa tantangan perempuan di pemilu 2024, yakni regulasi yang belum menegakkan gender equality secara penuh, belum teraplikasinya affirmative action, dominannya budaya patriarki dan maskulin, belum adanya political will, adanya praktek dinasti politik, minimnya aktivitas masyarakat yang terliabat dalam diskursus politik.
Di akhir diskusi Wigke menjelaskan bahwa kanal terbaru dari Mojok.co bernama “Suara Politik Perempuan” siap bekerjasama dengan berbagai pihak, terutama dalam mengisi tiga sub kanal berupa podium, baliho, dan kotak suara. Setelah sesi diskusi, kegiatan ini ditutup dengan lantunan beberapa lagu dari Frau, seorang musisi yang berasal dari Yogyakarta.