Kamis, 22 Februari 2018
Laporan majalah The Economist (2014) menggambarkan makin tidak relevannya peran perguruan tinggi di era Revolusi Industri 4.0 ini. Selain menghasilkan ancaman, Revolusi Industri 4.0 juga menghasilkan peluang. Dalam konteks ini, UGM sebagai universitas tertua di Indonesia perlu merespons peluang dan tantangan ini. Salah satu caranya adalah menyegarkan diri dalam konten dan metode pendidikannya. Tujuannya agar perguruan tinggi negeri (PTN) dapat memfasilitasi lulusan yang adaptif terhadap perubahan zaman.
Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fisipol UGM merespons tantangan ini dengan menyelenggarakan serial kuliah “PolGov Talks” sebagai salah satu cara untuk menyegarkan konten dan metode pendidikan agar PTN dapat memfasilitasi lulusan yang adaptif terhadap perubahan zaman.
PolGov Talks serial pertama bertema “Revolusi Teknologi dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial Politik di Indonesia” diadakan Selasa, 20 Februari 2018 dengan narasumber Prof. Dr. Pratikno yang menjabat sebagai Guru Besar DPP Fisipol UGM sekaligus Menteri Sekretaris Negara.
Prof. Pratikno menjelaskan bahwa Revolusi Teknologi atau Revolusi Industri 4.0 adalah salah satu tahapan Revolusi Industri yang ditandai kehadiran Cyber Physical System, Internet of Things, dan Bio-technology. Berbeda dengan tahapan-tahapan Revolusi Industri sebelumnya, Revolusi Industri 4.0 membuat pergeseran secara signifikan, karena skala dampak dari revolusi ini. Kalau dulu physical sekarang virtual. Kalau dulu human sekarang automation.
Terkait dengan kajian kekuasaan, Revolusi Industri 4.0 4.0 membawa dampak pada pemahaman tentang konsep “tanah”, “kapital” atau “modal” dan “sumber daya alam”. Peran masyarakat sipil mengalami pergeseran. Misalnya, upaya kolektif berbasis kerelewanan seperti change.org atau wikipedia membawa dampak terhadap melemahnya peran lembaga intermediary. “ Revolusi Industri 4.0 mendisrupsi ilmu sosial dan ilmu politik jauh lebih dahsyat dibandingkan revolusi industri sebelumnya,” tekan Prof. Pratikno.
Lalu bagaimana lulusan DPP dapat menjawab tantangan tersebut? “Hanya para pembelajar, adaptif dan berorientasi terhadap solusi (agile learner) itulah yang bisa lolos menghadapi situasi yang tidak terprediksi untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0.,” tutupnya. (KDW/MH)