Yogyakarta, 2 Maret 2018. Hari ini (02/03) Achmad Zaky, selaku Pendiri dan CEO Bukalapak, menjadi pembicara seri kedua kuliah umum PolGov Talks bertema “Sociopreneurship: Empowering Community Through E-Commerce Innovation“ yang diselenggarakan oleh Departemen Politik dan Pemerintahan di Auditorium Perpustakaan Fisipol UGM, Yogyakarta.
Berdasarkan pengalamannya ketika mempunyai inisiatif mendirikan Bukalapak dan mengembangkannya hingga sekarang, pelajaran penting yang disampaikan Achmad Zaky adalah sociopreneurship yang berhasil lahir dari dua hal: 1) sensitivitas terhadap problem sekitar sebagai tanggung jawab sosial dan 2) keteguhan sikap untuk mengubahnya.
“Ide berdirinya BukaLapak datang dari kegelisahan saya saat masih mahasiswa, karena merasa punya tanggung jawab sosial besar untuk memecahkan masalah sosial, ekonomi, dan politik.” Ungkap Achmad Zaky dalam kesempatan ini.
“Dari situ saya berlatih mengatasi tantangan guna menghadirkan solusi yang impactful bagi seluruh kalangan masyarakat.” Sambung CEO BukaLapak yang telah berdiri sejak 2010 ini.
Bukalapak merupakan buah dari kombinasi antara sensitivitas terhadap permasalahan sosial, yaitu pengelolaan UKM yang tidak maksimal, dengan dukungan ide-ide kreatif berdasarkan kapasitasnya sebagai seorang insinyur. Simpul dari keduanya terletak pada sociopreneurship.
“Ide ini harus dapat ‘mendemokratisasikan’ bisnis. UKM yang menyebar, harus dapat terkonsolidasi dengan baik. Hasilnya, sampai hari ini Bukalapak berhasil memberdayakan 2,5juta UKM.” Lanjut pria kelahiran Sragen 31 tahun lalu ini.
Aset terbesar yang dimiliki Indonesia bukanlah SDA, tetapi SDM. Bagaimana SDM ini dapat menciptakan perubahan, itu yang menjadi penting. Perubahan dapat dimulai dari inovasi, dan inovasi lahir dari menangkap peluang. Peluang ada di luar, oleh karenanya penting bagi mahasiswa untuk tidak hanya duduk di kelas, tetapi juga harus menyatu dengan masyarakat untuk mengetahui apa masalah mereka, dan mencari solusi bersama.
Inovasi dan kemampuan beradaptasi menjadi kunci utama dalam sociopreneurship. Inovasi harus lahir dari suatu ide yang berani, dan keberanian tersebut juga harus diikuti dengan keberanian untuk gagal. Karena dalam sociopreneurship, kegagalan adalah poin penting dalam pembelajaran. Selain itu, di era disrupsi ini, kemampuan beradaptasi menjadi sangat penting. Agar mampu bersaing, mahasiswa harus merubah pola pikir yang bukan lagi mengikuti arus, tapi bagaimana mengubah arus. Karena pilihannya hanya ada dua; terdisrupsi, atau mendisrupsi.
Definisi sukses dalam sociopreneurship ini harus dibalik, dimana bukan lagi financial atau posisi yang muncul pertama, tetapi karakter, kreativitas, kegigihan, dan baru kemudian yang lain akan mengikuti. Agen perubahan adalah mereka yang dapat menciptakan nilai, mereka yang memulai, dan mereka yang gagal. Karena baginya, inovasi baru akan lahir saat kita berani untuk gagal.
“Kegiatan ini merupakan bagian dari eksperimen metode pembelajaran di Departemen Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM yang tidak berorientasi pada kegiatan di kelas semata.” jelas Amalinda Savirani, Ketua Departemen Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM, tentang PolGov Talks yang telah menginjak seri ke-2 ini.
Rencananya di waktu mendatang akan ditampilkan narasumber-narasumber dari berbagai latar belakang pendidikan dan profesi, yang akan membagikan pengetahuan dan pengalaman mereka pada para mahasiswa Departemen Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM.