Yogyakarta, 10 Oktober 2022
Dalam rangkaian Dies Natalis 2022, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan acara dialog publik bertema Mengembalikan Politik Programatik di Pemilu 2024, dengan menghadirkan sejumlah tokoh dari berbagai partai politik:
- Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI Perjuangan;
- Willy Aditya, Ketua DPP Partai NasDem; dan
- Muhammad Kholid, Juru Bicara DPP PKS.
Acara yang dipandu oleh Wigke Capri Arti (Dosen Dept. Politik dan Pemerintahan, UGM) ini diselenggarakan dalam payung program Election Corner sebuah program penguatan demokrasi, baik dalam lingkup elektoral maupun dalam lingkup lebih luas. Program Election Corner ini akan berlangsung secara multi years, dari tahun 2022 hingga 2024 dan setelahnya, dengan sejumlah cakupan, termasuk: (1) pendidikan kewargaan dan kepemiluan; (2) future leader forum; (3) bedah program kandidat; (4) kinerja penyelenggara pemilu; dan tema lain yang terkait.
Koordinator Program Election Corner, Abdul Gaffar Karim, mengatakan bahwa acara dialog publik ini dilakukan dalam upaya untuk (1) mengembangkan politik programatik pada Pemilu 2024, (2) memfasilitasi publik untuk memahami visi, misi dan program yang ditawarkan oleh partai politik peserta Pemilu 2024, dan (3) mendorong proses kandidasi yang partisipatif di dalam konteks regenerasi kepemimpinan nasional.
Dalam sambutan pembukaannya, Dekan FISIPOL UGM Wawan Mas’udi menekankan bahwa demokrasi terus menghadapi tantangan dan disrupsi. Berbagai negara demokrasi telah mengalami kemunduran dan bergerak menjauh dari nilai-nilai dasar demokratis. Dalam konteks ini, Indonesia juga tidak terbebas dari tantangan yang ada dan bahkan telah menjadi garda terakhir aplikasi demokrasi dalam konteks regional. Maka dari itu, Wawan Mas’udi menegaskan pentingnya ruang dialog yang dapat menjadi wahana tumbuhnya demokrasi yang berkualitas. Ruang dialog ini fundamental dalam mendorong demokrasi yang berbasis politik programatik, sebuah pendekatan politik yang dibangun berbasis ide dan inovasi.
Ketiga narasumber menyepakati bahwa partai politik memiliki peran penting dalam mewujudkan praktik demokrasi yang berkualitas demi terjaminnya kesejahteraan bagi seluruh elemen bangsa.
Berdasarkan pemaparannya, Hasto menekankan bahwa berpolitik adalah soal membangun peradaban. Dalam aplikasinya partai politik menjadi aktor penting dalam mewujudkan pembangunan berdasarkan peradaban bangsa. Menurutnya, partai politik harus terus direformasi melalui institusionalisasi partai agar keberlanjutan partai dapat terus berlanjut. Selanjutnya, partai politik harus berakar pada tradisi intelektual dengan terus mengkader pemimpin yang beraksi sebagai pembelajar. Maka dari itu, Hasto menegaskan bahwa Partai Politik tidak akan terlepas dari Sains dan Teknologi.
Sementara itu, menurut Willy, setiap Partai Politik dapat dibedakan berdasarkan peta jalannya. Meskipun setiap Partai Politik memiliki cita-cita yang relatif sama, namun yang membedakan dari masing-masing Partai Politik adalah cara dalam mengaktualisasikan ide dan cita-cita yang dimiliki. Menurutnya, dalam proses aktualisasi ide dan aplikasi program partai, partai politik sepatutnya terus mengedepankan pendekatan saintifik. Maka dari itu, Willy menegaskan bahwa tugas sejarah saat ini adalah bagaimana kita dapat menguasai ilmu pengetahuan. Dengan pendekatan ilmu pengetahuan, maka politik akan bergerak pada tujuan yang lebih besar demi kemaslahatan lebih luas.
Senada dengan hal itu, Kholid dengan mengangkat judul “Indonesia Kita” menyampaikan bahwa Indonesia adalah urusan kita bersama, bukan hanya menjadi urusan politisi tertentu. Sebagai urusan bersama, kita harus terlibat dalam proses implementasi tujuan Indonesia terbentuk. Hal ini salah satunya dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia yang saat ini masih tertinggal dari negara-negara lain. Selain itu, perlu juga membuka ruang akses bagi setiap dari masyarakat atas politik demokrasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah dari high cost democracy menjadi affordable democracy. Aksesibilitas ini menjadi penting dalam menjamin adanya keterlibatan dari setiap elemen bangsa dalam mewujudkan tujuan Indonesia.
Paparan ketiga narasumber itu ditanggapi oleh Arie Ruhyanto, Dosen Dept. Politik dan Pemerintahan, FISIPOL UGM, dan oleh Arsya Lay, mahasiswa di Dept. yang sama. Arie menyoroti bahwa paska pandemik banyak negara bangsa, termasuk Indonesia menghadapi interupsi. Interupsi ini ikut mempengaruhi bagaimana Indonesia memposisikan dirinya dalam konstelasi politik regional maupun global. Dalam tanggapannya, Arie Ruhyanto menanyakan sikap dan strategi Partai Politik dalam menghadapi kondisi krisis global ini, khususnya strategi dalam menjadikan Indonesia sebagai aktor global.
Sementara itu, Arsya menggaris-bawahi tentang tren penurunan partisipasi anak muda dalam dinamika politik, khususnya untuk bergabung Partai Politik. Oleh sebab itu, Arsya menanyakan komitmen Partai Politik dalam meningkatkan partisipasi anak muda dan dalam mengedepankan anak muda sebagai aktor utama dalam Partai Politik.
Sebagai akhiran, Abdul Gaffar Karim menekankan bahwa Partai Politik akan sibuk sebagai garda terdepan di jalan raya demokrasi Indonesia. Di saat yang sama, akademisi kampus perlu untuk tetap berada di menara gading sembari menyediakan pintu sebagai perantara bertemunya para akademisi dengan mereka yang bergerak dalam ranah praktis. Acara Election Corner kali ini sejatinya menjadi simbol atas terbukanya pintu ini.