Popular Control and Effective Welfarism (PACER) memaparkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama lima tahun (2012-2017) pada Rabu 22 November 2017. Bertajuk “Menuju Demokrasi yang Menyejahterakan”, seminar diseminasi riset ini dihelat di Auditorium FISIPOL UGM dan diikuti oleh 251 peserta. Seminar akhir ini terdiri dari lima sesi utama, yakni (1) Roundtable “Menuju Demokrasi yang Menyejahterakan”; (2) Panel Power, Welfare, and Democracy (PWD): Politik Lokal dalam Bingkai Demokrasi; (3) Panel PWD yang bertajuk Rezim Kesejahteraan dalam Perwujudan Demokratisasi di Indonesia; (4) Panel In-Search of Balance (ISB): Tata Kelola Kesejahteraan dan Ketimpangan; (5) Panel ISB yang bertajuk Kesejahteraan dan Ekologi.
PWD dan ISB merupakan dua sub program PACER. PWD sendiri menginduk pada DPP FISIPOL UGM, sementara Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM dan University of Agder mengoordinasi ISB bersama empat fakultas lainnya yakni Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Fakultas Hukum (FH), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL), dan Fakultas Kehutanan UGM.
Seminar diawali dengan sesi diskusi roundtable yang mengulas lebih lanjut tajuk seminar, yakni “Menuju Demokrasi yang Menyejahterakan”. Prof. Purwo Santoso selaku Koordinator PWD mengemukakan bahwa agenda besar PWD adalah berusaha membongkar anatomi kekuasaan yang pada akhirnya meminimkan peran rakyat. Ia juga menyoroti kealpaan kampus ketika membicarakan demokrasi yang cenderung menggiring ke arah demokrasi elektoralistik. “Sehingga yang kita hasilkan adalah tokoh-tokoh yang kita persilakan untuk menindas kita,” terang Purwo.
Hasil penelitian yang diterbitkan dalam buku berjudul “Politics of Citizenship in Indonesia” menunjukkan bahwa ruang imaji kewarganegaraan di Indonesia amat sempit. “Kalau memang demokrasi hendak diteruskan, inilah lahan kosong yang harus diperkuat, sehingga kontrol publik dapat hadir dalam berbagai bentuk,” papar Purwo.
Dr. Pudjo Semedi selaku koordinator ISB menjelaskan bahwa pertumbuhan demokrasi di Indonesia rupanya diiringi dengan pertumbuhan kesenjangan ekonomi. Hal ini kemudian diulas lebih lanjut dalam Panel PWD yang mengulas mengenai rezim kesejahteraan dalam demokrasi.
Panel ini mendiskusikan empat riset yang disusun dan dipaparkan oleh para akademisi DPP serta tim PWD. Riset-riset tersebut adalah (1) Pluralisme yang Menyejahterakan di Indonesia Kontemporer oleh Wawan Masudi; (2) Kesejahteraan berbasis Korporasi: Tantangan dan Dilema di Indonesia oleh Ashari Cahyo Edi, Ratnawati, dan Desiana Rizka; (3) Rezim Kesejahteraan Universal Berbasis Negara di Kulon Progo : Studi Kasus Jamkesda oleh Desi Rahmawati dan Mada Sukmajati; (4) Welfare Regime dalam Konteks Bencana: Studi Kasus Sinabung dan Merapi oleh Dati Fatimah dan Minatun Zubaedah. Wawan Masudi mengungkapkan bahwa temuan utama riset-riset ini terdapat banyak variasi tentang proteksi dan promosi rezim sosial dan ekonomi yang tidak hanya dilakukan oleh negara, melainkan juga masyarakat, pasar, dan diwujudkan dalam kerangka kontestasi.
Sementara sesi Panel PWD kedua yang bertajuk “Politik Lokal dalam Bingkai Demokrasi” mengulas empat riset yang disusun dan dipaparkan oleh akademisi DPP, PWD serta Combine Resource Institution. Adapun riset-riset yang diulas adalah (1) Adat dan Politik Artikulasi: Pergeseran Peran Adat dan Implikasinya Bagi Masa Depan Demokrasi Lokal di Tana Toraja, Lombok Utara, dan Jayapura di Indonesia oleh Longgina Novadona Bayo; (2) Rejim Demokrasi Sinkretis: Dialektika Demokrasi Modern dengan Institusi Tradisional di DIY oleh Nur Azizah; (3) Revitalisasi Adat dalam Demokratisasi di Lombok Utara oleh Debbie Prabawati; serta (4) Dominasi Pasar dalam Rejim Perbatasan di Beluoleh Devy Dhian.
Panel PWD yang terakhir ini banyak mengulas mengenai adat dan rezim lokal yang kemudian dikaitkan dengan demokrasi dan diulas dalam berbagai lokus penelitian. Willy Purna Samadhi selaku peneliti PWD sekaligus moderator pada panel ini menyebutkan bahwa temuan penting riset-riset yang diulas pada panel ini ialah bahwa Indonesia memiliki keragaman adat, tradisi serta rezim lokal yang berpengaruh terhadap demokrasi lokal tiap daerah. Ia menyoroti temuan Longgina yang menunjukkan bahwa terdapat lima karakteristik rezim di Indonesia. “ Para pengambil kebijakan seharusnya menyadari bahwa keragaman yang ada telah lebih dulu hadir sebelum demokrasi nasional,” tuturnya. Willy juga menuturkan bahwa saat ini yang perlu dilakukan adalah menunggu sikap pembuat kebijakan serta perancang demokrasi di Indonesia, akankah mereka meneruskan desain demokratisasi, yang kemudian memunculkan permasalahan seperti politik dinasti dan politik uang.
Ditemui di kesempatan yang berbeda, Koordinator PACER sekaligus Dekan FISIPOL UGM, Dr. Erwan Purwanto, M.Si menyebutkan, “Kami berharap bahwa seminar akhir proyek PACER ini mampu memantik diskusi lebih lanjut tentang agenda riset maupun praksis kebijakan untuk memperbaiki kehidupan berdemokrasi di Indonesia”. Ia juga berharap kehidupan berdemokrasi di Indonesia tidak hanya sebatas membuka ruang kebebasan, namun juga membawa kesejahteraan bagi rakyat.
Riset-riset yang dilakukan oleh PACER, utamanya PWD mampu mendobrak konstruksi demokrasi yang selama ini berlaku di Indonesia. Riset-riset mendalam ini dapat menjadi rujukan mahasiswa DPP dalam memahami penuntasan demokratisasi, juga memahami pentingnya memperluas ruang gerak kewarganegaraan dalam mewujudkan demokrasi yang berbasis pada kontrol publik. (Krisanti)